Peninggalan Belanda Paling Angker – indonesia adalah salah satu negara yang pernah di jajah oleh negara belanda pada masa penjajahan. Pada masa penjajahan belanda masuk ke indonesia dan menjajah indonesia dengan paksa. Negara asing ini masuk ke indonesia mengincar negara indonesia karena tau indonesia adalah negara pengasil rempah – rempah terbaik.
Selain belanda ingin menguasai negara indonesia negara juga menyiksa para pribumi dengan sangat keji dan tidak memiliki prikemanusiaan sama sekali. Warga pribumi di paksa bekerja mati – matian dan di paksa untuk berkerja sampai larut malam. Bukan hanya itu saja selain di siksa pribumi juga ada yang di sekap bahkan di bunuh secara tidak wajar oleh belanda.
Tragedi penyiksaan dan pembunuhan ini membuat peninggalan belanda pada masa lampau menjadi sangat angker. Karena di huni oleh para pri bumi yang meninggal secara tidak wajar. Berikut salah satu dari peninggalan belanda paling angker yang pernah ada.
Sumur di Benteng Nusa Kambangan
Berlokasi 100 meter dari Benteng Karang Bolong di Nusa kambangan Timur, Cilacap, Jawa Tengah ini menyimpan cerita yang sangat mengerikan dan membuat siapa pun yang berada di lokasi ini akan merasakan sensasi merinding bukan main. Sumur ini di yakini menjadi saksi bisu pembantaian para pekerja paksa. Mereka yang mengalami sakit karena kerja paksa biasanya akan di bantai dan di masukan ke dalam sumur yang dalamnya sekitar belasan meter. Di lansir dari laman gilessociety.
Peninggalan Belanda Paling Angker
Lawang Sewu
Bagi Sobat Dukun yang tinggal atau pernah berkunjung ke Semarang tentunya tahu yang namanya gedung Lawang Sewu. Selain terkenal karena arsitekturnya yang sangat apik. Gedung yang di bangun pada tahun 1904 ini juga sangat terkenal karena gangguan alam gaibnya yang dahsyat.
Gedung yang terletak di bundaran Tugu Muda yang saat masa penjajahan arena itu di sebut Wilhelminaplein yang menyimpan sejuta kisah mengerikan soal gangguan alam gaib mulai kisah Noni Belanda, kisah serdadu hingga kisah siluman belut putih lengkap menjadi pajangan di permukaan Lawang Sewu.
